BALADA

Karya Suhaimi Sulaiman

seperti empat puluh tahun yang lalu
jalan kampung padang masih berdebu
tak banyak cerita untuk dibukukan
selain berubahnya tanah tandus dan kurus
prang-orang tambah banyak menuntut
anjing beranak pinak di kuburan seenaknya
lagu dangdut telah merubah jadi mimpi

dulu sabang kota tua dengan benteng tua
banyak cerita kebengisan mendera
tubuh pejuang merebut tanah airnya
berikat nyawa bertumbangan tanpa nama
hilang dan mati di bumi tempat lahir
jompo-jompo di bahar ada pembunuhan saat itu
dor-dor lalu mati gemetaran sebelum kaku
disangka penjahat berteriak lantang mengaku
pahlawan berebut tanda jasa tuan demang

Baher, Desember 1972

MANTRA PERDAMAIAN

Karya Suhaimi Sulaiman

yaa hafiizh nama Allah yang baka
yaa maani’ sang pencegah petaka
yaa waliyy nan maha pelindung
kami bersujud
kami tafakur
dalam zikir
lantunkan istighfar
jauhkan kami dari perselisihan
berilah kami kedamaian
berkat rahmatMu

Pangkalpinang, Januari 2000.

METAMORFOSA

Karya Nurhayat Arif Permana

bagaimana menghadapi kejenuhan. kebrengsekan. kesia-siaan. pagi-pagi sejak dia bangun. di kamarnya tak ada sinar kesegaran buku-buku. majalah. kaset. sprei. bantal. kipas angin semuanya memuakkan. dia mencoba mencari kertas dan pena: menulis sesuatu untuk siapa. tetapi otaknya miring dan ngawur. dia membuka pintu untuk siapa. tetapi otaknya miring dan ngawur. dia membuka pintu kamar. asuh! mana tanda-tanda kehidupan. kejenuhan barangkali bersumber dari kegelisahan yang tak pernah berhenti. dia menata rencana-rencana. ada pendulum. ada tebak-tebakan nasib. asuh! dimana dia.
"tong sampah...berikan aku tong sampah," jeritnya. dia tahu ada penjara lain di ujung sungai. nang, berikan dia sejumput ilalang. dia berjalan ke lembawai 16 A. membongkar batu gaple dan menjadi lelaki di mulut gang. tertawa-tawa. mencemooh kartu yang salah lempar. mengolok-olok buah mati. mengalah sekedar mencari persaingan baru. "besok kita mancing ikan berujung di pasir padi." seru ian masih tertawa-tawa. kami sama-sama menjadi pemabuk. willy mengucapkan sayonara dari keuskupan. dia ingin menjadi penganggur seperti heru dan sobi. dalam tiga hari ini. kami adalah pelempar batu-batu gaple yang mahir. kami lelah merancang. menganalisa. berinisiatip ini itu. kami ingin jadi rakyat biasa saja.

Juli 2000. Pangkalpinang

SADAI

Karya Nurhayat Arif Permana

selepas tengah hari. dia mengikuti arah bayangnya sendiri. sobi membuka lembaran sejarah. sebuah dermaga dengan pulau-pulau kecil. "lihatlah bumi lain. lik." temukan pesisir dan karang-karang mati. lepaskan sepatu. tanggalkan celana penuh kantong. copot topi dan tak usah bawa kamera. ada mimpimu. berputarlah dari sela-sela gundukan tanah tinggi. tetapi jangan seperti gasing. dia sudah lama jadi pemadat. lehernya diikat kabel-kabel.
"ali. tubuhnya telah dipisah dari dua pulau ini. kebaikan dan keburukan ada di sini." ujar sobi. dia tak ingin meragukan sedikitpun. kisah-kisah biarlah meluncur.

Juli 2000. Pangkalpinang

TOBOALI

Karya Nurhayat Arif Permana

dulu ada pedang dan kelewang berpusing di sini. serumpun sahang dituai. orang-orang mengunyah teknologi setelah mengantuk panjang. sekepal ambisi sudah diredam.
" hei, jangan dirampas semua isi perut laut. dia adalah ibu dan ayah bagi anak-anaknya. dia mengasuh kasih sayang tak terperikan. ali, apakah tubuhmu terbaring gelisah dan kebun tebumu sudah siap dipanen ?"

kubaringkan kelelahan ke arah selatan. bersapa dengan siut angin. di teluk yang tak beriak akan kau jumpai lumba-lumba berjumpalitan. isi kantongmu penuh sahang. ngungun angan.

Juli 2000. Pangkalpinang

SUDAH SAATNYA KITA PULANG

Karya Kamal Mustafa

Sudah saatnya kita pulang kekampung, Dik
Pulang dengan luka hati
Pulang dengan kerapuhan, hasil dari ladang kita disni
percayalah ini bukan kekalahan

Di kampung nanti kita obati hati ini
disana kita benahi nurani ini

Dan berharaplah damainya
adalah yang dulu kita akrabi
pada sungai-sungai, pada ladang-ladang, pada kebun-kebun
dan sejujurnya adalah
senyuman-senyuman, tawa-tawa, dan tangis-tangis
itulah sorga yang dulu kita tinggalkan

Kini saatnya kita pulang, Dik
sebelum buah cinta kita lahir
karena aku takut nanti menetek pada
kemaksiatan disini
dan aku ngeri bilamana ia tumbuh
dengan kemiskinan hati.

Ayolah kita pulang ke kampung, Dik
semoga ia masih kampung kita yang dulu
jangan kau terbius mimpi-mimpi
bangunlah dari tidurmu dan berkaca ...

Belinyu, Juni 2000

ADAKAH IA DISINI

Karya Kamal Mustafa

Aku telah mengenal kata-kata

dari pikiran
dari mulut-mulut
dan dari ujung pena

Aku telah melihat karya
dari gerakan
       pahatan
       goresan
       dan tulisan

Aku telah mengembara
ke timur, ke barat dan ke utara
hingga di selatan ini kuberhenti

Ingin kucari sesuatu disini
lewat tatap mata dan rasa
satu maha kata dan maha karya: cinta.

Belinyu, Juni 2000

TARIAN SEMUT HITAM

Karya M. Syafril

Tetesan embun menandai kehidupan pagi
semut semut hitam pencari kemanisan dalam kandunganmu
diantara nadi yang gelisah dilekuk tubuhmu

semut hitam terus menggali
menyisir dan menoreh
apa saja yang bisa terjamah dialur tubuhmu
yang kerap diiringi tarian limbang dipelataran air

Apakah ?
Tiada terselip rasa hiba saat alam bercerita
tentang luka luka semakin menganga
yang disampaikan desiran angin dicelah dedaunan
hingga bisa mengukir jerawat batu diparas Bunda
yang tampak tak cantik dimata jiwa jiwa penuh nurani

Belinyu, 31 Januari 2000

KITA

Karya Sobirin

Duduk
Mengelilingi meja
Bertukar makna
Mengurai kata
Seluruh ruang dalam jiwa kita buka
Keakuan,
simpanlah
di saku celana

Waktu
tak terasa
terus berjalan, melewati senja
mengejar dingin malam
Dari gelas ke gelas, kopi kita habiskan
Kata demi kata mengalir, di antara
kerumunan asap rokok yang mencemari bumi
Luruh diterpa angin pencarian

Sahabat,
Biarkan perbedaan tetap
perbedaan.

Perbedaan tak berarti berpisah,
Persamaan tak harus seragam
Biar aku tetap menjadi aku, dan
Engkau tetap kamu

Mari saling mengisi, dan
menjadi
KITA!

Pangkal Pinang, 29 Desember 1999

CINTA ADALAH SELANJUTNYA

Karya Sobirin

Sering kita bersua
tapi tak ada kata untuk menyapa
Mata saling menatap
tapi tak beri kehangatan
dalam perjumpaan

Engkau,
tetap duduk dipojok angin
menyendiri dalam kebisuan

Aku,
berdiri termangu diujung keraguan
mencari dalam kehampaan

Apa sebenarnya yang mematikan rasa kita
untuk bersama
berjalan seiring pada kehidupan.
Matamu yang sipit, atau...
Kulitku yang gelap?

Engkau ragu
seperti keraguanku
untuk mulai bicara.
Mengapa ragu itu harus ada

Bukankah kita sama-sama manusia
berpijak di tanah yang sama
menghirup udara yang sama
berjalan ke arah yang sama, menuju
cinta
Tuhan.

dengan Cinta
gubahlah perbedaan menjadi
pelangi kehidupan.

Gadung II 82, 3 Mei 2000.

SIKLUS

Karya Sobirin

Pikiran terluka
setengah jengkal dari
angin.

Angin menganga
menelan kebencian.

Kebencian bersenggama
melahirkan kemarahan.

Kemarahan bercerita
pada kecewa.

Kekecewaan kita
adalah harapan yang tergadaikan.

Panti Wangka, 24 Maret 2000

MENJADI MANUSIA

Karya Sobirin

Memangnya mudah menjadi manusia
punya kedudukan harus lebih tinggi dari yang lain
agar dapat dihormati
punya uang harus lebih banyak dari yang lain
agar dapat dicintai.

Akal pikiran menjadi keunggulan
itupun, harus diasah dan diisi
agar punya wawasan dan ilmu pengetahuan
hati nurani pun tak harus ditinggalkan.

Kalau bisa,
kumpulkan gelar sebanyak-banyaknya
agar bisa dipercaya,
dan punya jabatan.

Memangnya mudah menjadi manusia
benarbenar manusia
bukan sekedar binatang berakal dan beretika
salah warna kulit
bisa-bisa akan menjadi warga kelas dua
dan dijadikan biang curiga
salah asal keturunan dan nenek moyang
dapat saja terusir dari tanah kelahiran
dan tak memiliki kehormatan.
salah langkah dan tindakan
satu kali saja!
sepanjang masa akan terpidana
tak peduli sudah bertobat dan diampuni Tuhan
karena Tuhan hanya kapan-kapan saja menentukan.

Manusia adalah segalanya
kadang ia tuhan,
memberi hukuman
ataupun ampunan
kadang juga binatang,
memangsa yang lainnya.

Pangkal Pinang, 30 Juni 2000

Puisi-Puisi di sini merupakan hak cipta intelektual KPSPB

Copyright © 2000